Penulisan ulang Buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang ditargetkan rampung pada Juni 2025 menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi. Salah satu tokoh yang angkat suara adalah Profesor Harry Truman Simanjuntak, arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Ia memutuskan keluar dari tim penulisan karena menemukan setidaknya lima kejanggalan dalam proses tersebut.
Kejanggalan pertama, menurut Truman, adalah tenggat waktu yang tidak realistis. Penulisan ulang buku sejarah ditargetkan selesai pada Juni 2025, sementara rapat persiapan baru dimulai sekitar akhir November 2024 dan rapat konsepsi baru digelar Januari 2025. Dengan pengalaman pribadi menulis buku sejarah selama lebih dari lima tahun, Truman mempertanyakan bagaimana proses yang kompleks ini bisa rampung dalam waktu kurang dari dua tahun.
Baca juga : Rudal Fattah Iran Mampu Tembus Sistem Pertahanan Lapis Tiga Israel
“Sepuluh tahun paling tidak prosesnya untuk menghasilkan sebuah buku sejarah yang berkualitas. Tapi di sini, tenggat waktunya seperti mengejar jadwal pertandingan judi bola yang tak tentu hasilnya,” sindirnya dalam diskusi daring pada Rabu (18/6).
Kejanggalan kedua adalah soal konsepsi penulisan yang tidak disusun langsung oleh para sejarawan, melainkan oleh editor umum yang diduga berada di bawah arahan penguasa. Truman menilai, ini berpotensi mengubah narasi sejarah sesuai kehendak penguasa, bukan berdasar fakta ilmiah. Ia menekankan pentingnya seminar-seminar akademik sebelum penyusunan dimulai agar masukan dari para ahli benar-benar dimanfaatkan.
Namun, kenyataannya, tidak ada seminar. Yang terjadi hanyalah rapat terbatas dan perekrutan pakar secara terbatas pula. “Ini seperti menyusun taktik pertandingan judi bola tanpa memperhitungkan lawan dan kondisi lapangan. Tidak ada strategi matang,” tambahnya.
Kejanggalan ketiga muncul saat outline atau kerangka jilid prasejarah tiba-tiba disodorkan kepada tim tanpa melalui diskusi substansial. Menurut Truman, seharusnya outline itu disusun oleh para sejarawan ahli di bidangnya, bukan dipaksakan oleh pihak luar.
“Kalau outline-nya sudah ditentukan sepihak, ini sama saja seperti bandar judi bola yang menetapkan skor akhir sebelum pertandingan dimulai,” kritiknya.
Kejanggalan berikutnya menyangkut substansi dan struktur penulisan. Truman menyoroti pemaparan isi yang membingungkan, serta konten yang tidak melalui validasi ilmiah yang semestinya. Ia menambahkan bahwa istilah “prasejarah” tiba-tiba diubah menjadi “sejarah awal,” padahal secara internasional istilah “prasejarah” sudah digunakan selama lebih dari dua abad.
Di Indonesia sendiri, penggunaan istilah “prasejarah” telah digunakan secara konsisten sejak penerbitan buku sejarah nasional pada tahun 1984, termasuk saat Truman ikut mengeditor proyek buku sejarah pada tahun 2012. “Tahun 2025 ini, istilah itu diubah menjadi ‘sejarah awal Nusantara’. Pertanyaannya, kenapa? Apa motifnya? Tidak ada jawaban jelas. Semua serba abu-abu,” ujarnya.
Truman khawatir, jika proses ini terus berlangsung tanpa koreksi dan partisipasi akademik yang sehat, sejarah Indonesia bisa jadi tidak lebih dari narasi pesanan. Sama seperti judi bola ilegal yang mengabaikan sportivitas demi keuntungan sepihak, penulisan sejarah yang tidak objektif hanya akan merugikan generasi mendatang.