Apakah Kemiskinan di Indonesia Sengaja Dibuat?

Kemiskinan: Tantangan Struktural yang Masih Dipertahankan?

Kemiskinan di Indonesia tetap menjadi permasalahan yang kompleks meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan untuk mengatasinya. Alih-alih berkurang, ada indikasi bahwa di beberapa wilayah, kemiskinan justru dipertahankan demi kepentingan tertentu.

Ahli Patologi Sosial dari Universitas Indonesia, Ester Jusuf, mengungkapkan bahwa kemiskinan di beberapa daerah seolah sengaja dibiarkan. Menurutnya, ada faktor politis yang membuat kemiskinan tetap lestari, bukan sekadar persoalan ekonomi semata.

Baca juga : Penyebab Orang Miskin Tetap Miskin

Kemiskinan: Realitas atau Proyek?

“Wilayah yang miskin mungkin memang sengaja dibuat tetap miskin. Jika kita bicara tentang penghasilan dan garis kemiskinan, ini bukan hanya angka, tetapi ada kepentingan yang bermain di dalamnya. Beberapa pihak bahkan memanfaatkan kemiskinan sebagai alat politik,” ujar Ester dalam diskusi yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Muhammadiyah Kupang.

Menurut Ester, melihat data statistik tentang penurunan angka kemiskinan saja tidak cukup. Yang lebih penting adalah mengamati realita di lapangan, seperti apakah kebutuhan dasar masyarakat benar-benar terpenuhi, apakah mereka memiliki akses ke pendidikan dan layanan kesehatan yang layak.

Pemberdayaan: Kunci Melawan Pemiskinan Sistemik

Sosiolog Pembangunan Pedesaan, Charles Beraf, menyoroti pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam melawan pola kemiskinan yang terus diwariskan. Ia mencontohkan bagaimana petani kakao di Keo Tengah, Flores, mampu keluar dari ketergantungan terhadap tengkulak dengan mulai memproduksi cokelat batangan sendiri sejak 2019.

“Melalui program ‘Jaga Kampung’, anak-anak muda dilatih mengolah biji kakao menjadi cokelat batangan. Kini, produk mereka sudah menembus pasar dan memberi nilai ekonomi lebih tinggi bagi masyarakat lokal,” ungkap Charles.

Menurutnya, program pemberdayaan berbasis potensi lokal sangat efektif dalam memutus rantai kemiskinan. Sayangnya, banyak kebijakan yang seharusnya mendukung pemberdayaan justru tidak berjalan sesuai rencana.

Dana Desa dan Permainan Kepala Desa

Charles juga menyoroti kebijakan dana desa yang seharusnya diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat, namun sering kali tidak tepat sasaran. “Pada 2011, Presiden SBY mengingatkan bahwa 70 persen dana desa harus digunakan untuk pemberdayaan, sementara sisanya untuk infrastruktur. Namun, banyak kepala desa lebih memilih membangun infrastruktur karena ada ‘fee’ yang bisa mereka dapatkan,” ungkapnya.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Widya Mandira, Marianus Kleden, menambahkan bahwa tata niaga yang lebih baik juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia mencontohkan komoditas jagung di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memiliki potensi ekonomi besar jika dikelola dengan baik.

“Tahun ini, NTT menghasilkan 650 ribu ton jagung. Dengan harga pasar internasional sekitar Rp4.655 per kilogram, potensi pendapatannya bisa mencapai Rp3 triliun. Namun, tanpa pengelolaan yang baik dari hulu ke hilir, keuntungan besar ini sulit dinikmati oleh petani,” jelasnya.

Politik dan Kemiskinan: Saling Berkaitan?

Marianus juga menyoroti bagaimana politik lokal sering kali menghambat pembangunan di daerah. “Ada budaya balas dendam dalam politik. Jika suatu desa tidak memberikan suara pada pemilihan kepala daerah, maka infrastruktur di desa tersebut tidak dibangun. Padahal, desa itu memiliki sumber daya yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,” tambahnya.

Kemiskinan yang Diciptakan?

Koordinator Forum Masyarakat Adat Pesisir, Bona Beding, menegaskan bahwa kemiskinan juga bisa ‘diciptakan’ melalui kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat adat. Ia mencontohkan bagaimana masyarakat adat pesisir yang sebelumnya hidup mandiri justru menjadi bergantung pada bantuan pemerintah.

“Masyarakat adat pesisir hidup dengan cara yang sudah bertahan selama berabad-abad. Mereka berlayar menggunakan angin, bukan bahan bakar minyak (BBM). Namun, ketika pemerintah memberikan bantuan BBM, mereka justru dipaksa bergantung pada sistem yang tidak sesuai dengan pola hidup mereka,” jelas Bona.

Ia juga mengkritik kurangnya perhatian terhadap masyarakat adat dalam kebijakan pemerintah. Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang diajukan sejak 14 tahun lalu hingga kini masih mangkrak tanpa kejelasan.

Kesimpulan

Kemiskinan bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga persoalan sosial dan politik yang kompleks. Di beberapa wilayah, kemiskinan seolah dipertahankan karena berbagai kepentingan. Oleh karena itu, solusi yang diperlukan tidak hanya berupa bantuan finansial, tetapi juga kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat, pemberdayaan berbasis potensi lokal, serta transparansi dalam pengelolaan dana desa.

Tanpa upaya nyata dalam memutus rantai kemiskinan, masalah ini akan terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kini saatnya semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, bekerja sama untuk menciptakan perubahan yang lebih baik.

One thought on “Apakah Kemiskinan di Indonesia Sengaja Dibuat?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *