Romo Syafii Tolak Aksi Pemaksaan THR oleh Ormas: Budaya Memberi Harus Dijaga
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafii dengan tegas menolak aksi pemaksaan dalam meminta Tunjangan Hari Raya (THR) yang dilakukan oleh sejumlah organisasi masyarakat (ormas). Menurutnya, budaya memberi dalam momen Idulfitri adalah hal yang positif dan seharusnya dilakukan dengan ikhlas, bukan dengan cara memaksa.
Baca juga : Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Romo Syafii menekankan bahwa tradisi saling memberi sudah menjadi bagian dari budaya bangsa sejak zaman dahulu. “Yang saya maksud sebagai budaya kita itu saling memberi, terlebih di Hari Idulfitri. Sejak dulu, kita diajarkan untuk peduli,” ujar Romo Syafii dalam siaran pers pada Jumat (28/3).
Tradisi Memberi di Momen Idulfitri
Budaya saling memberi pada Hari Raya Idulfitri merupakan bentuk kepedulian kepada sesama. Romo Syafii mengungkapkan bahwa tradisi ini juga mendidik anak-anak agar peduli dan mau berbagi dengan orang lain.
“Sebagai contoh, setiap lebaran, saya siapkan uang khusus untuk diberikan kepada cucu, anak-anak sekitar rumah, dan tetangga yang membutuhkan. Ini juga dilakukan sekaligus mendidik anak untuk peduli dan mau berbagi,” ujarnya.
Namun, ia dengan tegas menyatakan bahwa meminta dengan cara memaksa tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa. “Meminta apalagi dengan memaksa, itu jelas bukan budaya kita. Agama tidak mengajarkan hal itu. Karenanya, tidak seharusnya dilakukan. Kita tolak itu,” tegas Romo Syafii.
Polemik Ormas Meminta THR: Antara Tradisi dan Penyimpangan
Fenomena ormas meminta THR kepada para pengusaha memang sudah lama terjadi dan dianggap sebagai bagian dari budaya lebaran di Indonesia. Namun, jika dilakukan dengan cara memaksa, tentu hal ini menuai kontroversi.
Banyak pihak mengkhawatirkan praktik ini akan merusak makna dari tradisi memberi itu sendiri. Apalagi, tidak sedikit masyarakat yang merasa terganggu dengan aksi pemaksaan tersebut. Romo Syafii menegaskan bahwa agama justru mengajarkan memberi dengan ikhlas, bukan memaksa orang lain.
Di sisi lain, fenomena ini juga menjadi perhatian komunitas judi bola, mengingat pada masa lebaran banyak pihak yang mencoba peruntungan dengan berbagai cara. Beberapa kelompok bahkan memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Budaya Memberi Bukan Berarti Memaksa
Romo Syafii menggarisbawahi pentingnya menjaga makna asli dari budaya memberi. “Kedermawanan penting agar harta tidak hanya bergulir di kalangan orang-orang kaya saja. Ada pemerataan,” tuturnya.
Budaya memberi dalam Idulfitri tidak boleh disalahgunakan sebagai alasan untuk meminta dengan cara memaksa. Memberi dengan ikhlas dan penuh kepedulian adalah esensi sebenarnya dari tradisi ini.
Di sisi lain, praktik judi bola yang marak menjelang hari raya juga menjadi perhatian tersendiri. Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam mengelola keuangan dan tidak terjebak pada aktivitas yang merugikan.
Kesimpulan: Jaga Tradisi Memberi dengan Ikhlas
Memberi di momen Idulfitri adalah tradisi yang sudah mengakar dalam budaya bangsa. Namun, meminta dengan cara memaksa bukanlah bagian dari ajaran agama maupun budaya yang baik.
Romo Syafii berharap masyarakat tetap menjaga makna asli dari tradisi memberi, yaitu berbagi dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Terlebih lagi, di tengah maraknya judi bola dan aksi-aksi pemaksaan oleh sejumlah pihak, kewaspadaan dan sikap bijak sangat diperlukan agar nilai kebersamaan tetap terjaga.