Di tengah gemerlap kehidupan modern, banyak pria di Indonesia merasa terjebak dalam lingkaran gengsi dan harga diri. Dari tuntutan memiliki mobil mewah hingga tekanan untuk menjadi penyedia keluarga yang “ideal”, pria sering kali hidup demi menjaga citra di mata masyarakat. Namun di balik semua itu, tersembunyi kelelahan emosional, stres, hingga potensi keretakan hubungan pribadi.
Ironisnya, perjuangan mempertahankan gengsi ini tak ubahnya seperti ikut taruhan dalam dunia judi bola—banyak risiko dan tidak selalu memberi hasil yang sepadan. Lantas, mengapa gaya hidup berbasis gengsi begitu melelahkan, bahkan bisa menghancurkan?
Baca juga : Mengapa pria takut dengan wanita kuat
Budaya Patriarki dan Tekanan Sosial
Di Indonesia, norma patriarkal memperkuat anggapan bahwa pria harus menjadi tulang punggung keluarga. Tekanan seperti “gengsi kampung” membuat banyak pria rela berutang hanya untuk terlihat sukses, seperti membeli ponsel mahal atau menyelenggarakan acara besar. Ditambah lagi, media sosial mendorong perbandingan sosial tanpa henti.
Studi dari Journal of Social and Clinical Psychology menunjukkan bahwa perbandingan sosial yang konstan, seperti yang terjadi di platform digital, meningkatkan risiko kecemasan dan depresi pada pria—terutama mereka yang merasa tidak mampu memenuhi standar pencitraan.
Norma Maskulinitas yang Menyiksa
Dari kecil, pria diajarkan untuk “kuat” dan tidak boleh menunjukkan kelemahan. Mereka menahan stres demi mempertahankan harga diri, sama seperti pemain dalam dunia judi bola online yang tak mau terlihat kalah meski sedang berada di bawah tekanan.
Menurut American Psychological Association, pria yang mematuhi norma maskulinitas konservatif memiliki risiko tinggi terkena stres kronis, depresi, bahkan gangguan kecemasan. Harga mahal yang dibayar demi citra sebagai “pria sejati”.
Apa Itu Gengsi dan Harga Diri dalam Konteks Indonesia?
Gengsi adalah dorongan untuk dihormati melalui simbol status: kendaraan, jabatan, atau gaya hidup. Di Indonesia, gengsi sering terlihat lewat acara mewah atau postingan glamor di media sosial. Sementara itu, harga diri adalah persepsi seseorang terhadap nilai dirinya—yang sering kali disandarkan pada pencapaian eksternal.
Pria yang hidup dalam bayang-bayang gengsi cenderung mengukur harga diri berdasarkan validasi orang lain. Akibatnya, mereka jadi seperti pemain yang kecanduan judi bola—terus bertaruh pada citra, meski tahu risikonya menghancurkan.
Dampak Buruk dari Gengsi Berlebihan
- Kelelahan Emosional dan Burnout
Terus-menerus berjuang memenuhi ekspektasi sosial bisa membuat pria lelah secara mental dan emosional. Mereka kehilangan waktu untuk diri sendiri dan keluarga demi memburu status semu. - Kerusakan Hubungan Sosial
Gengsi bisa menjauhkan pria dari koneksi yang tulus. Ketika citra lebih penting daripada kedekatan emosional, hubungan menjadi dangkal dan penuh kepura-puraan. - Kehilangan Jati Diri
Seperti penjudi yang kehilangan arah karena terus mengejar kemenangan, pria bisa kehilangan arah hidup ketika hanya fokus pada penilaian orang lain. Mereka lupa apa yang benar-benar membuat bahagia.
Strategi Keluar dari Lingkaran Gengsi
Berikut beberapa langkah praktis yang bisa membantu pria hidup lebih otentik dan bebas dari tekanan gengsi:
1. Terima Diri Sendiri Apa Adanya
Belajar mencintai kekuatan dan kelemahan diri akan memperkuat harga diri yang sehat. Seperti pemain judi bola yang tahu kapan waktunya menyerang dan kapan harus bertahan, pria pun perlu tahu kapan harus tampil dan kapan cukup menjadi diri sendiri.
2. Kelola Ekspektasi Sosial
Berani berkata tidak terhadap tekanan sosial adalah bentuk kekuatan sejati. Gaya hidup sederhana bukan berarti gagal, tapi bisa jadi bentuk kematangan.
3. Bangun Hubungan yang Autentik
Hubungan yang sehat tidak menuntut performa, melainkan kejujuran dan kehadiran. Temukan komunitas yang tidak menilai dari penampilan atau harta.
4. Kelola Stres Secara Sehat
Daripada melarikan diri ke konsumsi berlebihan atau bahkan pelarian seperti judi bola ilegal, pria bisa mencoba teknik relaksasi seperti meditasi, olahraga, atau journaling.
5. Fokus pada Kebahagiaan Sejati
Tanyakan: Apa yang membuat saya bahagia jika tidak ada yang menilai? Jawaban atas pertanyaan ini bisa menjadi kompas hidup yang lebih otentik.
Penutup: Menang Tanpa Harus Bertaruh Citra
Hidup dalam bayang-bayang gengsi dan harga diri semu hanya akan membuat pria lelah, rapuh, dan kehilangan koneksi nyata. Sama seperti dalam dunia judi bola, tak semua taruhan memberi hasil. Kadang, langkah paling berani adalah tidak ikut permainan itu sama sekali.
Harga diri sejati bukan soal citra yang dilihat orang lain, tapi soal bagaimana kita melihat dan menerima diri sendiri. Dan itu tidak butuh mobil mewah, acara besar, atau status sosial tinggi. Cukup dengan jujur pada diri sendiri dan hidup sesuai nilai yang kita yakini.
8wh7mn