Berapa upah buruh harian pembuka selongsong amunisi kadaluwarsa tni ad di garut

Peristiwa ledakan amunisi tidak layak pakai di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, yang menewaskan 13 orang masih menyisakan duka mendalam. Salah satu saksi mata yang juga korban selamat, Agus Setiawan, mengungkapkan bahwa dirinya bukanlah pemulung seperti yang ramai diberitakan, melainkan buruh resmi di lokasi pemusnahan.

Dalam perbincangannya dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di RSUD Pameungpeuk, Agus menegaskan bahwa ia sudah cukup lama bekerja sebagai buruh pembuka selongsong amunisi milik Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setiap hari, ia bersama rekan-rekannya membuka selongsong amunisi yang akan dimusnahkan, dengan sistem kerja bergilir selama kurang lebih 12 hari setiap kali ada kiriman amunisi.

Baca juga : Drakor Terbaru 2025

“Kami datang, buka selongsong, lalu pulang. Kalau ada kiriman lagi, kami kerja lagi,” ujar Agus kepada Dedi.

Agus juga mengungkapkan bahwa dirinya diupah sebesar Rp150.000 per hari untuk pekerjaan tersebut. Namun, ada pula yang menerima bayaran lebih tinggi, sekitar Rp200.000, tergantung posisi atau pengalaman, seperti koordinator lapangan.

Meski keseharian mereka sebagai buruh pembuka selongsong amunisi, Agus tidak menampik bahwa ia dan kawan-kawan terkadang mengambil pekerjaan sambilan dengan memulung sisa logam pascapeledakan untuk dijual kembali. Namun, ia menegaskan bahwa aktivitas itu dilakukan setelah proses peledakan selesai, bukan saat amunisi masih aktif.

Peristiwa tragis ini menewaskan adik Agus, Rustiawan, yang juga menjadi korban dalam insiden ledakan tersebut. Kehilangan anggota keluarga dan luka mendalam menyisakan kesedihan yang mendalam bagi keluarganya.

Menariknya, di tengah keterbatasan ekonomi dan kondisi pekerjaan yang berisiko tinggi, banyak warga sekitar yang juga mencari penghasilan tambahan dari berbagai cara, termasuk beberapa yang sempat disebut-sebut mencoba peruntungan lewat judi bola online. Namun Agus menolak ikut dalam kegiatan tersebut, meski ia mengakui bahwa sebagian teman buruhnya terkadang menghabiskan upah harian mereka untuk berjudi demi harapan untung besar.

“Saya fokus kerja saja. Kalau ada lebih, saya tabung. Teman ada yang suka main judi bola, katanya biar bisa dapat cepat, tapi ya kadang kalah juga,” ujar Agus.

Fenomena judi bola di kalangan buruh menjadi ironi tersendiri. Di satu sisi mereka bekerja dengan risiko tinggi demi sesuap nasi, tapi di sisi lain godaan ekonomi instan dari perjudian seperti judi bola justru bisa memperparah kondisi finansial mereka.

Peristiwa ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Dedi Mulyadi dalam kunjungannya menyatakan akan mendalami status hubungan kerja para buruh dengan pihak pengelola lokasi pemusnahan amunisi. Ia menegaskan perlunya perlindungan dan regulasi ketat terhadap pekerja informal seperti Agus agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *