Fenomena Ormas Menjamur: Aturan Ketat Namun Minim Pengawasan, Terindikasi Terlibat Judi Bola
Keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia terus menjamur tanpa kendali yang efektif. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri per 5 Maret 2024, tercatat ada 554.692 ormas tersebar di seluruh Indonesia. Angka ini terdiri dari 1.530 ormas yang memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan 553.162 yang berbadan hukum. Jumlah ini kemungkinan lebih besar karena masih banyak ormas yang belum terdaftar secara resmi.
Baca juga : Negeri dengan 500 ribuan ormas
Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan jumlah ormas berbadan hukum terbanyak, mencapai 118.129 ormas, meski hanya 26 di antaranya yang mengantongi SKT. Menyusul di bawahnya adalah Jawa Barat dengan 116.627 ormas (hanya 20 yang memiliki SKT) dan Jawa Tengah dengan 110.474 ormas (5 ormas ber-SKT). Di DKI Jakarta sendiri terdapat 32.513 ormas, namun hanya 117 yang terdaftar resmi.
Meskipun dibentuk atas nama partisipasi masyarakat dalam pembangunan, banyak ormas justru menjadi sumber keresahan. Tidak sedikit yang bertindak di luar hukum, bahkan terindikasi menjadi kedok bagi kegiatan ilegal seperti judi bola online. Dalam praktiknya, ormas-ormas ini kerap menjalankan kegiatan pungli, intimidasi, bahkan kekerasan terhadap warga dan pelaku usaha kecil.
Padahal, keberadaan ormas sudah diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam pasal 1 disebutkan bahwa ormas dibentuk atas dasar sukarela dan memiliki tujuan partisipasi dalam pembangunan negara berdasarkan Pancasila. Namun kenyataannya, sebagian ormas menyimpang dari tujuan tersebut.
Pasal 59 UU Ormas secara jelas melarang ormas melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; menyalahgunakan simbol negara; melakukan tindakan kekerasan; serta bertindak seperti penegak hukum. Selain itu, ormas juga dilarang menerima atau memberikan dana yang melanggar hukum, termasuk menerima aliran dana dari praktik ilegal seperti judi bola.
Berdasarkan laporan investigatif yang belum lama ini dirilis oleh beberapa LSM, sejumlah ormas diketahui menjadi “tameng” bagi sindikat judi online. Dengan alasan kegiatan sosial dan keamanan wilayah, mereka menggalang dana dari aktivitas tersebut, kemudian digunakan untuk membiayai operasional dan bahkan pengaruh politik lokal.
Sayangnya, penegakan hukum terhadap ormas yang melanggar ketentuan masih lemah. Meskipun UU memberikan sanksi administratif mulai dari peringatan tertulis, penghentian kegiatan, hingga pencabutan status hukum, penerapannya masih minim. Pasal 65 menyebutkan bahwa penghentian kegiatan ormas berskala nasional harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung, proses yang rumit dan memakan waktu.
Pemerintah dan aparat penegak hukum seharusnya tidak tinggal diam. Bila dibiarkan, keberadaan ormas yang bertindak di luar hukum dan diduga terlibat dalam kegiatan ilegal seperti judi bola akan semakin merusak tatanan sosial dan hukum di Indonesia. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara pun dapat menurun drastis apabila fenomena ini terus dibiarkan.
Pembenahan harus dimulai dari verifikasi ulang terhadap ormas yang tidak memiliki SKT maupun aktivitas yang tidak jelas. Penindakan harus tegas, terutama kepada ormas yang menggunakan kedok sosial untuk menutupi praktik ilegal. Jangan sampai ormas menjadi instrumen baru bagi kejahatan terorganisir di era digital, terutama yang berkaitan dengan bisnis gelap seperti judi bola online.
z02wnj