Isu premanisme di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah sejumlah investor asing menyampaikan kekhawatiran atas keamanan berinvestasi di tanah air. Tindakan intimidatif, pemalakan, serta kekerasan oleh kelompok preman tidak hanya mengganggu operasional perusahaan, tetapi juga merusak citra Indonesia sebagai negara yang aman untuk investasi.
Baru-baru ini, kehadiran preman bahkan disebut-sebut menghambat investasi strategis di sektor kendaraan listrik. Dua raksasa otomotif, BYD dari Tiongkok dan VinFast dari Vietnam, menghadapi hambatan serius akibat gangguan kelompok preman di lapangan. Hal ini menjadi pemberitaan media internasional, salah satunya South China Morning Post, yang menyebut bahwa revolusi kendaraan listrik Indonesia “disandera” oleh masalah gangster.
Baca juga : Mantan Preman Jadi Perwira Teladan Kopassus
Dalam artikelnya, South China Morning Post mengungkap bahwa preman di Indonesia tak jarang memiliki hubungan dengan elite politik atau aparat hukum. Jejak mereka bahkan bisa ditelusuri sejak masa kolonial Belanda. Kini, mereka menjadi kekuatan yang mengakar dalam sistem sosial, ekonomi, dan politik nasional.
Fenomena yang Sudah Menjadi Kebiasaan
Ian Wilson, dosen senior di Murdoch University Australia, menyatakan bahwa gangguan preman terhadap investasi besar bukan hal baru. Menurutnya, banyak perusahaan besar akhirnya “berkompromi” dengan memberikan pekerjaan atau kompensasi kepada para preman lokal, termasuk mengangkat mereka sebagai petugas keamanan atau kebersihan. Namun situasi akan jauh lebih rumit bila kelompok ini merupakan bagian dari organisasi massa besar (ormas) yang memiliki jaringan politik.
Wilson juga menambahkan bahwa saat terjadi transisi pemerintahan, kelompok-kelompok ini kerap mencoba “mendorong batas” untuk melihat seberapa besar toleransi terhadap aksi mereka.
Bukan hanya dalam urusan investasi, fenomena premanisme ini juga menjalar ke berbagai aktivitas ilegal seperti judi bola. Beberapa kelompok diketahui menjadikan praktik perjudian sebagai salah satu sumber pendanaan, termasuk untuk menguatkan pengaruh mereka di lapangan. Hal ini tentu menambah kompleksitas penanganan premanisme di Indonesia.
Pemerintah Bertindak: Satgas Terpadu Diformasikan
Menanggapi kekhawatiran yang semakin besar, pemerintah Indonesia memutuskan membentuk Satuan Tugas Terpadu untuk menangani premanisme dan ormas-ormas yang meresahkan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Budi Gunawan, menyatakan bahwa langkah ini bertujuan menjaga iklim investasi dan menciptakan stabilitas keamanan nasional.
“Pemerintah tidak akan ragu-ragu dalam menindak tegas segala bentuk premanisme dan aktivitas ormas yang meresahkan masyarakat serta berpotensi mengganggu investasi,” tegas Budi pada Selasa (7/5).
Ia juga menekankan bahwa keberadaan preman dan kelompok-kelompok kekerasan di ruang publik telah menciptakan rasa tidak aman yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, Satgas akan melibatkan TNI, Polri, serta lembaga hukum lainnya, dan akan fokus memberantas praktik pemalakan dan intimidasi di kawasan industri, pelabuhan, proyek strategis, serta pusat logistik.
Menjaga Fondasi Kepercayaan Investor
Budi menegaskan bahwa kehadiran negara dalam menjamin rasa aman adalah fondasi utama dalam menarik dan mempertahankan investasi. Tanpa jaminan stabilitas keamanan dan kepastian hukum, para investor akan terus mengalami keraguan dalam menanamkan modalnya.
Ia juga menyebut bahwa selain praktik pemalakan dan premanisme, pemerintah juga tengah memantau perkembangan aktivitas ilegal lainnya seperti judi bola online yang sering dikendalikan oleh jaringan preman terorganisir. Aksi-aksi seperti ini dianggap bisa mengganggu ketertiban sosial dan ekonomi, sekaligus merusak reputasi Indonesia di mata dunia.
Dengan langkah tegas ini, pemerintah berharap bisa menghapus stigma negatif terhadap Indonesia sebagai negara yang rawan terhadap intimidasi dan kekerasan, serta membuka jalan bagi iklim usaha yang lebih sehat dan transparan.
One thought on “Indonesia Disebut Negara Gangster”