Al-Ula bukan sekadar lokasi wisata eksotis atau tempat fancy untuk bikin festival musik internasional. Di balik kemegahan yang kini dibangun, Al-Ula menyimpan sejarah kelam sebagai tempat yang dihubungkan langsung dengan azab Allah SWT. Kota ini pernah menjadi tempat tinggal kaum Tsamud — bangsa kuat yang mendustakan ajaran tauhid dari Nabi Saleh AS.
Kaum Tsamud dikenal memiliki keahlian luar biasa dalam membangun rumah dari gunung batu, tapi kesombongan dan keingkaran mereka terhadap perintah Allah menyebabkan kehancuran total. Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa azab yang diturunkan kepada mereka sangat dahsyat, hingga seluruh kaum binasa.
Baca juga : Kota Kuno Ini Terkutuk dan Dihindari Nabi Muhammad
Nabi Muhammad SAW pun memberikan peringatan keras tentang wilayah ini. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa saat Rasulullah melewati kawasan al-Hijr (wilayah Tsamud), beliau bersabda agar para sahabat tidak memasuki tempat itu kecuali dalam keadaan menangis, agar tidak tertimpa musibah yang sama.
Dari Tanah Azab ke Festival Megah
Namun kini, Al-Ula berubah total. Pemerintah Arab Saudi tengah mengubah citra wilayah ini menjadi pusat wisata premium sebagai bagian dari strategi “Visi 2030”, yang bertujuan mengurangi ketergantungan ekonomi pada sektor minyak. Salah satu langkah besarnya adalah menjadikan Al-Ula sebagai “museum hidup terbesar di dunia”.
Tempat ini tak lagi hanya dikenal karena kisah azabnya, tapi juga karena keindahan dan nilai arkeologisnya. Kota kuno Hegra — Situs Warisan Dunia UNESCO pertama di Arab Saudi — menjadi daya tarik utama. Banyak makam besar bangsa Nabatea dipahat di tebing batu, mirip dengan Petra di Yordania.
Royal Commission for Al-Ula (RCU) telah dibentuk untuk mengelola dan mengembangkan wilayah ini secara profesional. Fasilitas modern seperti hotel bintang lima, restoran kelas dunia, hingga venue festival internasional terus dibangun. Salah satu event besarnya adalah pesta musik MDLBEAST yang baru-baru ini viral di media sosial karena lokasinya yang kontroversial.
Spiritualitas vs Modernisasi
Meskipun transformasi ini membawa manfaat ekonomi dan promosi budaya, banyak pihak mempertanyakan langkah tersebut dari sisi spiritual. Mengubah tempat yang pernah diazab menjadi lokasi pesta dan hiburan jelas menimbulkan kegelisahan.
“Tempat yang dulu dihindari Nabi malah sekarang jadi tempat festival. Apa nggak khawatir dengan risiko spiritualnya?” ujar seorang netizen. Kekhawatiran semacam ini mengingatkan kita bahwa modernisasi sering kali berjalan berdampingan dengan tantangan nilai dan etika.
Kondisi ini mirip dengan fenomena lain seperti maraknya judi bola secara daring yang berkembang di tengah masyarakat modern. Di satu sisi, ada sisi hiburan dan teknologi, tapi di sisi lain ada kekhawatiran moral, sosial, dan spiritual yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Antara Pelajaran dan Peluang
Al-Ula kini menjadi simbol dilema antara menghargai warisan sejarah dan mengejar ambisi masa depan. Pertanyaannya, apakah kita bisa membangun masa depan tanpa melupakan pelajaran dari masa lalu? Atau justru kita sedang terlalu sibuk berpesta, seperti dunia yang larut dalam tren-tren global — dari konser di tanah bekas azab hingga berjuta transaksi dalam judi bola online — tanpa merenungkan nilai yang lebih dalam?
Renungan di Tengah Gemerlap
Fenomena Al-Ula mengajak kita untuk tidak hanya terpukau oleh cahaya dan kemajuan, tetapi juga untuk menggali makna spiritual dari sejarah yang pernah ditulis oleh umat manusia. Karena pada akhirnya, siapa pun yang tidak belajar dari sejarah, akan berisiko mengulang kesalahan yang sama.
One thought on “Kota Kaum Tsamud yang Diazab”