Perbedaan Kartu Kredit dan Paylater

Meski sama-sama merupakan produk kredit yang memungkinkan pembayaran secara cicilan atau ditangguhkan (deferred), kartu kredit dan paylater memiliki sejumlah perbedaan signifikan yang tidak boleh diabaikan. Sayangnya, masih banyak masyarakat—terutama generasi muda—yang menyamakan keduanya tanpa memahami risiko dan kelebihannya masing-masing.

Menurut Unsecured Business Head Bank Danamon, Tresia Sarumpaet, kartu kredit adalah produk keuangan yang dikeluarkan oleh institusi besar dan diawasi ketat oleh regulator.

Baca juga : Gen Z Lebih Pilih Pakai Paylater Dibanding Kartu Kredit

“Karena regulasinya untuk kartu kredit itu banyak banget. Kami ini kalau mau mengeluarkan produk baru, harus mendapatkan lisensi dulu,” jelas Tresia dalam acara Journalist Class di Menara Bank Danamon, Jakarta Selatan (5/12).

Kartu kredit juga bersifat open loop, artinya bisa digunakan di berbagai merchant tanpa batas platform tertentu. Selain fleksibilitas, pengguna kartu kredit biasanya mendapat keuntungan tambahan seperti cashback, reward points, hingga diskon khusus dari merchant.

Sebaliknya, layanan paylater biasanya bersifat closed loop—hanya bisa digunakan di platform tertentu, seperti e-commerce atau aplikasi mitra. Tak heran jika fitur ini marak digunakan saat belanja daring, apalagi ketika disertai promosi bunga rendah atau cicilan tanpa bunga.

“Jadi, secara nilai bunga pengenaan paylater itu lebih besar dari kartu kredit,” tambah Tresia.

Bunga dan Proses Persetujuan

Salah satu perbedaan terbesar antara kartu kredit dan paylater adalah tingkat bunganya. Kartu kredit memiliki bunga sekitar 1,75 persen per bulan, sedangkan paylater bisa membebankan bunga hingga 0,3 persen per hari, yang berarti bisa mencapai lebih dari 9 persen per bulan jika tidak dibayar tepat waktu.

Dari sisi persetujuan, pengajuan paylater jauh lebih mudah. Cukup dengan KTP dan beberapa informasi dasar, pengguna bisa langsung mendapatkan limit kredit. Sedangkan untuk kartu kredit, prosesnya lebih ketat dan mendalam—termasuk verifikasi tempat kerja dan kontak darurat.

Paylater: Solusi Instan atau Jerat Utang?

Popularitas paylater melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya pertumbuhan sebesar 33,25 persen (YoY) menjadi 72,88 juta kontrak per Mei 2023, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pengguna paylater terbanyak di ASEAN, yakni 7,8 juta pengguna.

Namun, di balik kemudahan dan kenyamanan ini, terdapat risiko besar. Banyak pengguna yang tergoda untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan hanya karena ada promo atau diskon. Bahkan, ada yang menggunakan paylater untuk berjudi, termasuk dalam aktivitas judi bola online, yang kini marak di kalangan pengguna internet.

Fenomena ini menjadi perhatian serius karena penggunaan paylater untuk kebutuhan spekulatif seperti judi bola bisa mempercepat keruntuhan finansial pribadi. Pinjaman yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan produktif atau mendesak, malah habis dalam kegiatan berisiko tinggi yang bisa menimbulkan kecanduan.

Bijak Memilih dan Menggunakan Produk Kredit

Tresia menekankan pentingnya literasi keuangan agar masyarakat tidak salah dalam menggunakan fasilitas kredit, baik itu kartu kredit maupun paylater.

“Tetap ya, dalam mengakses pinjaman apapun kita harus bijak dalam penggunaannya,” tegasnya.

Di tengah berkembangnya berbagai layanan keuangan digital, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan. Memahami perbedaan antara kartu kredit dan paylater adalah langkah awal. Namun, lebih penting lagi adalah memastikan bahwa fasilitas tersebut digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat—bukan untuk konsumsi impulsif atau aktivitas berisiko seperti judi bola, yang hanya memberi ilusi keuntungan cepat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *