Petrus penembek misterius

Pada era 1980-an, Indonesia menghadapi gelombang kejahatan jalanan yang sangat meresahkan. Sekelompok orang bertato yang dikenal dengan sebutan Gali atau Gabungan Anak Liar menjadi momok masyarakat. Mereka dikenal melakukan aksi perampokan, pemalakan, hingga pelecehan seksual secara brutal di berbagai kota besar.

Namun, dalam waktu singkat, publik dikejutkan dengan temuan mayat-mayat pria bertato yang berserakan di berbagai tempat—tangan dan kaki terikat, sebagian ditembak, lainnya digantung. Mayat-mayat itu kerap ditemukan di dekat keramaian, seolah menjadi pesan keras: “Inilah nasib pengacau.”

Baca juga : Data dan fakta sebaran ormas di Indonesia

Fenomena itu dikenal sebagai Petrus, singkatan dari Penembak Misterius. Meski pemerintah saat itu menyangkal keterlibatan resmi, banyak yang percaya eksekusi itu dilakukan oleh aparat negara di bawah arahan rezim Orde Baru. Presiden Soeharto pun akhirnya secara terbuka mengakui bahwa tindakan tegas memang diperlukan untuk menghentikan premanisme yang telah melewati batas kemanusiaan.

Soeharto menyampaikan kekesalannya terhadap kekejaman para preman. “Ini sudah keterlaluan! Apa hal ini mau didiamkan saja?” katanya dalam pidato yang kemudian terkenal. Ia menegaskan, jika preman melawan saat ditangkap, maka tak ada pilihan selain “dor, dor, dor”.

Petrus menjadi semacam shock therapy bagi masyarakat. Kejahatan jalanan menurun drastis. Namun, bayaran dari ketenangan itu adalah pelanggaran hak asasi manusia yang parah. Komnas HAM mencatat lebih dari 1.000 orang yang diduga preman dibunuh tanpa proses pengadilan selama 1982–1985. Kasus Petrus kini tercatat sebagai pelanggaran HAM berat, dengan pola-pola pembunuhan dan pembuangan mayat yang sistematis.

Yang mengkhawatirkan, fenomena premanisme hari ini mulai menunjukkan kemiripan dengan era kelam itu. Hanya saja, bentuknya lebih kompleks. Banyak ormas yang diduga menjadi wajah baru premanisme modern. Mereka tidak hanya memalak, tapi juga terlibat dalam bisnis ilegal, termasuk judi bola online yang kini marak di masyarakat.

Beberapa laporan investigatif menunjukkan bahwa jaringan judi bola ilegal menggunakan kelompok tertentu untuk mengamankan operasional mereka, termasuk memanfaatkan ormas yang tampak legal di mata hukum. Premanisme kini bukan lagi sekadar kejahatan jalanan, tapi sudah merambah ke ruang digital dan menjadi bagian dari ekonomi gelap bernilai miliaran rupiah.

Pertanyaannya, apakah negara akan mengambil sikap tegas seperti masa lalu? Atau membiarkan fenomena ini terus tumbuh hingga tak bisa dikendalikan?

Karena sejarah menunjukkan, ketika negara kehilangan kendali atas keamanan publik, maka cara-cara ekstrem seperti Petrus bisa muncul kembali. Namun, di era demokrasi dan HAM seperti sekarang, tindakan brutal tentu bukan lagi pilihan. Yang diperlukan adalah reformasi penegakan hukum dan pengawasan ketat terhadap organisasi yang berpotensi menjadi tameng kejahatan, termasuk praktik terlarang seperti judi bola.

One thought on “Petrus penembek misterius

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *