Di tengah maraknya permainan daring dengan fitur-fitur berbayar, muncul kekhawatiran di masyarakat: apakah yang mereka mainkan hanyalah gim online biasa atau sudah tergolong sebagai judi online?
Tidak sedikit juga yang membandingkan fenomena ini dengan aktivitas judi bola, di mana uang nyata dipertaruhkan atas hasil sebuah pertandingan. Pertanyaannya kini, apakah semua gim berbayar harus dianggap sama dengan judi?
Baca juga : Apakah Esport adalah Olahraga ?
Fitur Berbayar Belum Tentu Judi
Pengamat ekonomi digital Heru Sutadi menekankan pentingnya membedakan antara pembelian item dalam permainan (in-game purchase) dengan taruhan yang berorientasi pada hasil.
“Kalau hanya beli item atau koin yang digunakan di dalam permainan dan tidak bisa ditukarkan kembali menjadi uang, maka itu bukan judi online,” jelasnya, dikutip dari Antara (13/12).
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Derajat, juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, selama koin atau item yang dibeli hanya berfungsi di dalam gim dan tidak memiliki nilai tukar ekonomi di luar gim, maka itu sah sebagai bagian dari model bisnis permainan, bukan aktivitas perjudian.
Permainan di Pusat Perbelanjaan Juga Jadi Sorotan
Permainan simulasi seperti mesin mobil balap atau claw machine di pusat perbelanjaan juga kerap dianggap masuk ke dalam area abu-abu. Padahal menurut Pratama Dahlian Persadha, Chairman CISSReC, permainan yang tidak memberikan hadiah bernilai ekonomi atau uang tunai tidak bisa dikategorikan sebagai judi.
“Kalau hanya hiburan semata, tanpa hasil finansial yang berbahaya, itu masih aman,” katanya.
Situasi serupa juga terjadi pada banyak gim online yang membutuhkan pembelian untuk mengakses senjata, skin, atau level tertentu. Selama tidak ada imbal hasil berupa uang atau barang senilai uang, aktivitas ini tetap sah secara hukum dan etika digital.
Lalu, Kapan Sebuah Gim Bisa Dianggap Judi Online?
Heru Sutadi menegaskan bahwa kriteria utama judi online adalah adanya pertaruhan uang atau barang bernilai uang, serta adanya elemen untung-untungan atau peluang menang yang tidak bergantung pada keterampilan.
Jika sebuah gim memunculkan hadiah tunai, atau mata uang digital yang bisa ditukar menjadi uang nyata, maka patut dicurigai sebagai bentuk judi online. Sama seperti dalam praktik judi bola, di mana hasil pertandingan menentukan apakah pemain menang atau kalah secara finansial.
Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk aktif melaporkan jika menemukan gim yang mengarah ke perjudian, agar bisa diverifikasi lebih lanjut oleh otoritas terkait.
Upaya Pemerintah Perangi Judi Online
Permasalahan judi online bukan hal sepele. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas, termasuk dengan dikeluarkannya instruksi oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi pada 15 September 2023 untuk mempercepat pemberantasan konten perjudian digital.
Dalam dua bulan terakhir sebelum instruksi itu diterbitkan, Kominfo telah menangani lebih dari 109.000 konten yang terindikasi mengandung unsur judi online, termasuk di dalamnya situs dan aplikasi yang menyamarkan aktivitas taruhan dalam bentuk permainan.
Langkah ini bukan hanya menjaga ruang digital tetap aman, tapi juga untuk melindungi generasi muda dari paparan konten negatif, termasuk judi bola dan bentuk perjudian lainnya yang kerap muncul di platform digital.
Kesimpulan
Tidak semua gim dengan fitur berbayar adalah judi. Selama tidak ada imbal hasil dalam bentuk uang atau barang bernilai ekonomi, maka permainan tersebut sah disebut sebagai hiburan digital. Namun kewaspadaan tetap dibutuhkan, apalagi ketika model permainan mulai meniru sistem taruhan seperti yang ada dalam judi bola.
Pemerintah dan masyarakat harus terus bekerja sama untuk memfilter konten digital yang merugikan, sambil terus mengedukasi publik agar tidak mudah terjebak dalam jebakan gim yang dikemas menyerupai perjudian.
One thought on “Tips Bedakan Gim Online dengan Judi Online”