Militer dan Aksi Mahasiswa Pasca G30S/PKI: Dukungan di Balik Gerakan Tritura
Pasca peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, Indonesia berada dalam situasi politik yang sangat panas. Harga barang dan BBM terus meroket, sementara perekonomian semakin sulit. Di tengah kondisi tersebut, muncul gelombang aksi mahasiswa dan pelajar yang turun ke jalan menuntut perubahan besar.
Baca juga : 10 Desember 1932 Thailand Menjadi Negara Monarki Konstitusional
Lahirnya Tritura: Tuntutan Rakyat untuk Perubahan
Gerakan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) mengusung tiga tuntutan utama yang dikenal sebagai Tritura (Tri Tuntutan Rakyat):
- Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya.
- Rombak Kabinet Dwikora.
- Turunkan harga-harga.
Para mahasiswa merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno. Mereka terus melakukan demonstrasi besar-besaran, mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan para menteri yang dinilai tidak mampu bekerja secara efektif.
Militer di Balik Aksi Mahasiswa
Di tengah situasi politik yang memanas, Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto menjalin hubungan erat dengan jaringan mahasiswa. Para mahasiswa berharap Soeharto dan kekuatan TNI AD yang dikenal anti-komunis dapat membantu memperjuangkan tuntutan rakyat.
Soeharto menyadari bahwa mendukung aksi mahasiswa akan lebih efektif daripada melakukan aksi langsung oleh militer, karena jika tentara turun tangan, dikhawatirkan akan dianggap sebagai kudeta terhadap Presiden Sukarno. Oleh karena itu, militer memberikan dukungan dari belakang, memastikan bahwa aksi-aksi mahasiswa tetap terlindungi dari kekuatan pasukan pro-Sukarno, seperti Cakrabirawa.
Pengamanan Aksi oleh Kostrad
Pada puncak aksi mahasiswa, Soeharto memberikan perintah kepada Brigjen Kemal Idris, Kepala Staf Kostrad, untuk melindungi para mahasiswa dari potensi serangan lawan. Markas Komando Tempur II Kostrad di Jalan Kebon Sirih, Jakarta, bahkan menjadi tempat berkumpul dan menginap bagi para aktivis mahasiswa.
Kemal Idris menegaskan bahwa perintah Soeharto adalah memastikan tidak ada korban lagi di tengah aksi. Hal ini dilakukan sebagai respons atas tewasnya seorang mahasiswa bernama Arif Rahman Hakim yang ditembak dalam sebuah demonstrasi, memicu kemarahan publik.
Puncak Gerakan: PKI Dibubarkan
Dengan dukungan militer dari belakang, aksi mahasiswa akhirnya mencapai puncaknya ketika Letjen Soeharto membubarkan PKI. Para mahasiswa menyambut keputusan ini dengan sorak-sorai, meneriakkan, “Hidup Pak Harto!” sebagai tanda dukungan penuh pada tindakan tegasnya.
Judi Bola dan Pergerakan Mahasiswa: Dinamika Sosial pada Masa Orde Baru
Pada masa transisi Orde Lama ke Orde Baru, berbagai fenomena sosial turut mewarnai kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah judi bola yang mulai berkembang secara sembunyi-sembunyi di kalangan masyarakat perkotaan. Di tengah hiruk-pikuk politik dan aksi demonstrasi, judi bola kerap menjadi pelarian bagi sebagian warga untuk mengalihkan perhatian dari situasi ekonomi yang sulit.
Di masa itu, judi bola tetap dianggap ilegal, namun praktiknya sulit dikendalikan karena tingginya minat masyarakat dalam bertaruh pada pertandingan sepak bola. Perkembangan judi bola ini menjadi gambaran dari dinamika sosial yang beriringan dengan gejolak politik dan perubahan besar di tanah air.
Hubungan Militer dan Mahasiswa: Mesra Tapi Sementara
Meski pada awalnya mahasiswa dan militer terlihat bersatu dalam perjuangan melawan PKI, hubungan harmonis ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 1974, gerakan mahasiswa kembali muncul dengan aksi besar-besaran menolak penanaman modal asing dan mengkritik penyimpangan Orde Baru.
Kemudian, pada tahun 1998, mahasiswa sekali lagi menjadi kekuatan utama yang mengakhiri kekuasaan Soeharto dan menumbangkan Orde Baru. Perjalanan politik bangsa ini menunjukkan bahwa mahasiswa tetap menjadi pilar penting dalam memperjuangkan demokrasi dan perubahan sosial, meskipun ada masa-masa ketika hubungan dengan militer penuh dinamika dan kompleksitas.