Mitos Kolesterol dalam Telur dan Pentingnya Edukasi Berbasis Sains
Telur sering dianggap sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan proteinnya yang tinggi serta berbagai nutrisi penting lainnya. Namun, selama bertahun-tahun, telur mendapat stigma sebagai pemicu kolesterol tinggi dan risiko penyakit jantung. Perdebatan ini berlangsung lama, meski penelitian terbaru justru menunjukkan bahwa telur dapat menjadi bagian dari pola makan sehat.
Baca juga : Jenis Madu Terbaik untuk Asam Urat dan Kolesterol
Klarifikasi Ilmiah tentang Telur dan Kolesterol
Dilansir dari Medical News Today, pedoman diet tahun 2015 menghapus batasan konsumsi telur yang sebelumnya direkomendasikan akibat kekhawatiran terhadap kolesterol dalam makanan. Hal ini didasarkan pada bukti bahwa kolesterol dalam makanan tidak selalu berhubungan langsung dengan peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Sayangnya, meskipun pedoman ini telah berubah, masih banyak orang yang ragu untuk mengonsumsi telur karena mitos yang beredar.
Telur mengandung berbagai nutrisi penting seperti protein berkualitas tinggi, lutein, kolin, vitamin A, dan vitamin B12, yang berkontribusi terhadap kesehatan otak, mata, dan sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, membatasi konsumsi telur karena alasan kolesterol bisa menghambat seseorang mendapatkan manfaat kesehatan yang optimal dari makanan ini.
Studi tentang Konsumsi Telur
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nutrients mengungkap bahwa hingga tahun 2021, masih banyak orang yang menghindari konsumsi telur karena kandungan kolesterolnya. Ini menegaskan pentingnya edukasi tambahan bagi masyarakat umum dan tenaga kesehatan mengenai manfaat telur. Penelitian ini didanai melalui hibah dari American Egg Board’s Egg Nutrition Center, namun para peneliti menegaskan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan dalam hasil penelitian.
Perjalanan Konsumsi Telur Selama 48 Tahun
Dalam studi ini, para peneliti menganalisis data dari sekitar 6.300 partisipan dalam Rancho Bernardo Study, yang dimulai sejak 1972-1974. Partisipan melaporkan jumlah konsumsi telur mereka setiap minggu, dengan data tambahan yang dikumpulkan dalam beberapa kunjungan lanjutan antara 1988-1991 dan 1992-1996. Pada tahun 2021, survei kembali dikirimkan kepada partisipan yang masih hidup, dengan 710 orang memberikan respons terkait kebiasaan konsumsi telur serta faktor-faktor yang memengaruhi asupan mereka.
“Data dari Rancho Bernardo Study memberi kami kesempatan luar biasa untuk meneliti tren konsumsi telur selama 48 tahun,” ujar Donna Kritz-Silverstein, PhD, profesor di Herbert Wertheim School of Public Health & Human Longevity Science sekaligus penulis utama studi ini. “Tidak ada studi lain yang telah mengikuti partisipan dalam jangka waktu selama ini untuk meneliti dampak konsumsi telur terhadap kesehatan.”
Kesimpulan
Edukasi berbasis sains sangat penting untuk menghilangkan kesalahpahaman mengenai kolesterol dalam telur. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih tepat tentang pola makan mereka tanpa terjebak dalam mitos yang sudah terbantahkan oleh penelitian ilmiah.
One thought on “Telur dan Kolesterol”