Reid Hoffman, miliarder sekaligus co-founder LinkedIn, dikenal sebagai salah satu pendonor terbesar untuk Partai Demokrat dalam Pemilihan Umum Amerika Serikat. Sebagai pendukung vokal Kamala Harris yang pada akhirnya kalah dari Donald Trump, Hoffman sempat mengungkapkan ke teman-temannya bahwa ia mempertimbangkan untuk pindah ke luar negeri setelah kemenangan Trump, mengingat kekhawatirannya akan kebijakan balas dendam yang mungkin dilakukan Trump terhadap lawan politiknya. Laporan dari New York Times mengungkapkan bahwa kekhawatiran Hoffman ini datang setelah melihat potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh Trump sebagai presiden.
Hoffman juga sempat menjadi perhatian publik setelah peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Trump pada Juli 2024. Saat itu, beberapa pihak mengingat kembali pernyataannya yang sebelumnya mengungkapkan harapan Trump akan menjadi ‘martir’. Di sisi lain, Hoffman dikenal sebagai pendukung aktif Kamala Harris, bahkan menyumbangkan dana hingga US$10 juta untuk komite politik pendukung Harris. Dia juga berperan dalam mendanai gugatan hukum yang dilayangkan oleh mantan penulis majalah New York, E. Jean Carroll, yang menggugat Trump atas tuduhan kekerasan seksual.
Pada tahun 2024, setelah gugatan hukum tersebut berakhir dengan kemenangan bagi Carroll dan Trump dihukum karena kekerasan seksual dan fitnah, Hoffman semakin dikenal dalam dunia politik. Carroll menerima ganti rugi sebesar US$5 juta, dan baru-baru ini, hakim memberikan tambahan US$83,3 juta sebagai kompensasi atas kasus fitnah yang melibatkan tuduhan pemerkosaan terhadap Trump. Hal ini semakin memperlihatkan keterlibatan Hoffman dalam upaya melawan Trump, yang ia anggap sebagai ancaman bagi demokrasi Amerika.
Hoffman bukanlah satu-satunya tokoh dari dunia teknologi yang mempertimbangkan untuk meninggalkan AS pasca kemenangan Trump. CEO OpenAI, Sam Altman, yang juga mendukung Demokrat, dikabarkan mulai mendekati lingkungan Republik setelah Trump memenangkan Pemilu. Namun, usahanya untuk menjalin hubungan dengan kubu Trump terhambat oleh permusuhan yang terjadi antara Altman dan Elon Musk, yang merupakan pendonor setia Partai Republik dan mendukung Trump dengan tegas. Meskipun demikian, Altman mencoba menjalin koneksi dengan keluarga Trump, termasuk menantu Trump, Jared Kushner, serta pengusaha Josh Kushner, meskipun usaha tersebut belum membuahkan hasil.
Upaya Altman untuk membangun hubungan lebih dekat dengan pemerintah Trump semakin nyata setelah ia berhasil bertemu dengan Howard Lutnick, co-chair tim transisi Trump. Dalam pertemuan itu, Altman menyampaikan rencananya untuk memperluas investasi di AS, termasuk dengan membangun pusat data besar dan menambah jumlah tenaga kerja. Meskipun demikian, pergeseran sikap Altman ini tidak menghalangi perseteruan antara Musk dan OpenAI, yang semakin intensif, dengan Musk bahkan melayangkan perintah hukum terhadap OpenAI dan Microsoft terkait perubahan status OpenAI menjadi perusahaan for-profit.